14. Sep, 2014

Kiriman dari : Ningrum Suparmin


Kiriman dari : Ningrum Suparmin

Selasa, 9 September  2014
Mila terbangun dari tidurnya. Dia membuka jendela untuk kemudian mengamati kebun bunganya. Mila melihat ada tetesan embun yang kemudian jatuh ke tanah dan menghilang. Itulah yang selalu ia amati tiap pagi. Rupanya sang ibu mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh anaknya.

“Kau sedang mengamati tetesan-tetesan embun itu, Mila?”

“Iya, Bu. Setiap tetes yang jatuh akan mengilang.”

“Setiap tetes yang terjatuh ke tanah itu sangat berarti. Embun akan berubah menjadi air yang kemudian diserap oleh akar untuk pertumbuhan dari bunga-bunga itu sendiri. Sama seperti harapan yang Tuhan beri setiap pagi. Harapan itu tidak akan pernah hilang, melainkan akan berubah bentuk menjadi usaha dan doa yang kemudian akan membuat  kita bertumbuh serta menjadi berkat bagi hidup kita.”

Harapan itu terkadang tak banyak orang yang dapat merasakannya. Bagi sebagian orang, mujizat itu berada begitu jauh dari kehidupan mereka. Ketika manusia tidak bisa melihat harapan, maka sesungguhnya keimanan yang mereka miliki sudah pudar.

Janganlah hidup dengan kehampaan,  tanpa iman dan juga harapan. Iman itupun akan muncul dan bertumbuh, serta harapan  akan semakin dinyatakan dalam hidup kita dan d perbaharui dari hari ke hari

∫έ|∂♏∂τ Þ∂Ği 

∫έ|∂♏∂τ BerPengharapan......

Rabu, 10 September 2014
Dalam sebuah kamar keluarga, terbaring seorang wanita yang lemah. Tampaknya sedang mengalami sakit parah sehingga dokter tak mampu menyembuhkannya. Pada saat-saat terakhir wanita itu menyuruh suaminya untuk mengambil sebuah kotak kardus yang selama ini selalu disembunyikannya. Dibukanya kotak kardus itu dan terdapat dua buah jepit merah jambu serta uang sepuluh dollar.

“Mengapa kau menyimpang dua buah jepit ini selama puluhan tahun? Dan dari mana asalnya uang-uang ini?”

“Aku selalu membuat satu jepit, sehabis kau marah kepadaku. Aku hanya tak ingin hubungan rumah tangga ini hancur ketika aku berbalik marah padamu. Aku lebih memilih untuk melampiaskan amarahku pada jepit-jepit yang kubuat hingga aku bisa menerima dan memaafkanmu. Dan uang itu adalah hasil dari penjualan jepit.”

Kita bisa belajar sesuatu dari cerita di atas, bahwa ketika kita membalas amarah dengan amarah, maka hanya perpecahan yang akan kita dapatkan. Lebih baik bersabar dan mengalihkan amarah itu pada hal-hal yang lebih positif.

Kasih itu adalah pengorbanan. Kasih itu tidak akan pernah melawan ketika orang lain menyakiti, namun kasih akan tetap memaafkan apapun kondisinya. Jangan ragu untuk mengasihi kita itu bisa menjaga hubungan dalam keluarga.

.  oº°˚˚°º.             
  \=))_ "̮  .  
  ((              "̮  
_!!_......ŝ'Ɩäª♍äªţ Ƥäªƍĭέ̯̯͡͡
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT