3. Mar, 2016

Sabtu, 27 Februari 2016

Sabtu, 27 Februari 2016

Sabtu, 27 Februari 2016
Tampilan cetak edisi sebelum | 02/Edisi 2016 | edisi berikut
Sabtu, 27 Februari 2016

Bacaan : Ulangan 6:4-9
Setahun : Bilangan 32-33
Nats : Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. (Ulangan 6:7)

Membimbingnya Mengenal Allah
Sebelum naik perahu, putri kami yang belum genap lima tahun ditanya oleh sepupunya yang jauh lebih besar, "Kamu bisa berenang tidak? Kalau perahunya terbalik bagaimana? Nanti kamu tenggelam." Ia menjawab, "Biar saja. Nanti saya minta tolong Tuhan kirim ikan seperti Yunus." Senang sekali mendengar jawaban itu. Dengan polos, ia menghubungkan kisah Alkitab yang didengarnya sebelum tidur dengan kehidupan sehari-hari. Itu berarti, putri kecil kami memiliki iman sederhana kepada Allah yang mampu menyelamatkan. Ia telah belajar mengenal Allah.

Tugas mendidik anak dalam kerohanian terutama terletak pada pundak orangtua, bukan pada orang lain. Tetapi sayang, tidak semua orangtua Kristen memahami hal ini. Tidak jarang mereka mengeluhkan kelakuan buruk anak-anaknya kepada hamba Tuhan atau guru Sekolah Minggu, seolah-olah para pengurus gerejalah yang telah lalai dan harus bertanggung jawab. Bukankah anak-anak tumbuh di dalam pengawasan dan rumah kita sendiri? Itu berarti ada banyak kesempatan dalam keseharian kita untuk memperkenalkan Tuhan kepada mereka. Sebut saja: berdoa sebelum makan, menceritakan kisah Alkitab sebelum tidur, meminta pertolongan Tuhan ketika sakit, menegur ketika ada kebohongan, menyanyikan lagu-lagu rohani, dan sebagainya.

Kalau untuk keperluan jasmani kita berusaha sekuat tenaga mencukupkannya, mengapa untuk hal rohani tidak? Mari berusaha dengan giat menanamkan iman yang benar kepada anak-anak kita. Sebab itu adalah kewajiban, bukan pilihan. -- Nike Nilawatikresna/Renungan Harian

Pemberian terbaik orangtua kepada anak
adalah membimbingnya mengenal Allah.


Dilarang mengutip atau memperbanyak materi Renungan Harian® tanpa seizin penerbit (Yayasan Gloria)

Anda diberkati melalui Renungan Harian®?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan Yayasan Gloria.
Rekening Bank BCA, No. 456 500 8880 a.n. YAY GLORIA

3. Mar, 2016

Jumat, 26 Februari 2016

Jumat, 26 Februari 2016

Jumat, 26 Februari 2016
Tampilan cetak edisi sebelum | 02/Edisi 2016 | edisi berikut
Jumat, 26 Februari 2016

Bacaan : Kejadian 40:1-23
Setahun : Bilangan 30-31
Nats : Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya. (Kejadian 40:23)

Balas Budi
Rekan gereja kami mengalami kesulitan keuangan. Saya mengajak istri membantunya. Saya menambahkan bahwa mereka pernah membantu kami sehingga kami harus menolong mereka. Istri saya menjawab, "Apakah memang kita perlu membantunya hanya karena mereka pernah menolong kita?" Perkataan itu membuat saya merenung tentang arti perbuatan baik dan balas budi.

Dalam realitas kehidupan, kita sering berbuat baik karena kita berutang budi atas kebaikan orang lain. Kita membalas budi. Sebaliknya, tidak jarang pula, kita mengharapkan balasan kebaikan atas kebaikan yang pernah kita berikan kepada orang lain. Kita menuntut balas budi dari orang lain yang pernah kita tolong. Yusuf ketika di dalam penjara pernah mengharapkan balas budi dari kepala juru minuman yang sudah ditolongnya (ay. 14). Ia berharap juru minuman raja segera melepaskannya dari penjara. Namun, kenyataannya kebaikan Yusuf baru diingat setelah dua tahun berlalu (Kej. 41:1). Tuhan Yesus sendiri mengajarkan, agar kita tidak menuntut balasan kasih dari orang-orang yang telah kita kasihi (Luk. 6:33).

Mungkin kita pernah mengharapkan kebaikan dari orang yang pernah kita tolong sebelumnya. Dan jika orang tersebut tidak kunjung membalas semua kebaikan tersebut, kita menjadi kecewa. Atau sebaliknya, kita menolong orang lain karena orang tersebut pernah menolong kita sebelumnya. Apakah kita masih melakukan kebaikan dengan dasar demikian? Bukankah Allah mengajarkan kita untuk mengasihi tanpa pamrih? -- Sugihendarto Pratama P./Renungan Harian

Balas budi adalah pengaturan Tuhan. Dia tahu kapan
dan siapa yang akan membalas kebaikan tersebut.


Dilarang mengutip atau memperbanyak materi Renungan Harian® tanpa seizin penerbit (Yayasan Gloria)

Anda diberkati melalui Renungan Harian®?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan Yayasan Gloria.
Rekening Bank BCA, No. 456 500 8880 a.n. YAY GLORIA

3. Mar, 2016

Kamis, 25 Februari 2016

Kamis, 25 Februari 2016

Kamis, 25 Februari 2016
Tampilan cetak edisi sebelum | 02/Edisi 2016 | edisi berikut
Kamis, 25 Februari 2016

Bacaan : Mazmur 18
Setahun : Bilangan 28-29
Nats : Yang mengajar tanganku berperang, sehingga lenganku dapat melenturkan busur tembaga. (Mazmur 18:35)

Selamat Datang Masalah
Saya dan istri mengalami "kejutan" ketika putri pertama kami memasuki usia 12 bulan dan mulai sering sakitsakitan. Memang sakitnya tidak parah, cuma batuk, pilek, demam. Tetap saja kami khawatir karenanya. Maklumlah, sebelumnya ia tidak pernah sakit, jadi kami sempat tidak tahu harus berbuat apa. Bersyukur karena di masa-masa itu kami mendapatkan masukan yang baik dari seorang dokter. Ia mengatakan bahwa anak-anak di usia 1 tahun memang jarang sakit karena imunisasi yang diberikan penuh. Tetapi, selepas itu anak memang diharapkan "harus" sakit supaya tubuhnya belajar membentuk antibodi sendiri. Dengan begitu, saat kuman yang sama menyerang, ia sudah bisa melawan dengan antibodinya sendiri.

Dalam kehidupan, ada masa sepertinya Tuhan melindungi kita sedemikian rupa sehingga tidak ada satu pun masalah yang bisa menyerang. Tetapi, ada masa ketika Dia seperti membiarkan kita menjadi bulan-bulanan musuh, masalah datang bertubi-tubi. Bukan karena Dia tidak sayang, melainkan karena Dia ingin membentuk "antibodi" kita, supaya kita tidak menjadi pribadi yang cengeng. Seandainya kehidupan kita serbamulus dan serbanyaman tanpa masalah, mungkin kita malah akan menjadi individu yang lemah.

Dengan membiarkan kita mengalami masalah, Dia sedang melatih tangan kita berperang sehingga kita menjadi pribadi yang terampil mengalahkan musuh. Jika kita mengerti hal ini, ketika masalah datang kita akan bersukacita karena itu berarti satu lagi kesempatan untuk melatih diri kita menjadi pribadi yang lebih tangguh. -- Denny Pranolo/Renungan Harian

Bisakah kita memandang masalah
sebagai kesempatan untuk bertumbuh?


Dilarang mengutip atau memperbanyak materi Renungan Harian® tanpa seizin penerbit (Yayasan Gloria)

Anda diberkati melalui Renungan Harian®?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan Yayasan Gloria.
Rekening Bank BCA, No. 456 500 8880 a.n. YAY GLORIA

3. Mar, 2016

Senin, 22 Februari 2016

Senin, 22 Februari 2016

Senin, 22 Februari 2016
Tampilan cetak edisi sebelum | 02/Edisi 2016 | edisi berikut
Senin, 22 Februari 2016

Bacaan : Filipi 4:10-20
Setahun : Bilangan 21-22
Nats : Segala hal dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. (Filipi 4:13)

Menanggung Beban
Anak saya (NULL, 5 tahun) gemar mengamati truk, tertarik dengan jumlah bannya, meskipun masih sebatas berkata "bannya banyak" atau "bannya sedikit". Saya menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan lebih jauh kepadanya bahwa jumlah ban itu sudah dibuat sejak awal, agar truk bisa mengangkut beban. Makin banyak bannya, truk bisa mengangkut beban lebih berat.

Sepanjang pelayanannya, Paulus menghadapi banyak tantangan yang berat. Sekali waktu ia menasihati jemaat Korintus agar dengan sabar menanggung pencobaan, sebab semua itu tidak akan melebihi kemampuan manusia. Kepada jemaat Filipi, yang menjadi saksi bagaimana Paulus memberikan seluruh hidupnya bagi pekerjaan Allah, ia melontarkan kesaksian mencengangkan. "Segala hal dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (ay. 13). Dengan kata lain, Paulus hendak menyatakan bahwa kemampuannya menanggung beban, bukan karena kemampuannya. Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari menyatakan: "Dengan kuasa yang diberikan Kristus kepada saya, saya mempunyai kekuatan untuk menghadapi segala rupa keadaan."

Kebenaran ini melegakan kita. Oleh anugerah-Nya, Allah memberi kita kekuatan dan kemampuan untuk menanggung beban, tantangan, persoalan hidup. Lebih dari itu, karena berfokus pada kekuatan yang bersumber dari Allah, kita, seiring dengan pertumbuhan dan pengenalan kita kepada-Nya, akan mengalami kuasa yang diberikan Kristus, seberat apapun beban itu bertambah. Di dalam Kristus, kekuatan untuk melewatinya selalu tersedia. -- Abram Hawari/Renungan Harian

Mengenal Kristus makin dalam merupakan sumber kekuatan
sehingga berapa pun besar beban tidak terasa melelahkan.


Dilarang mengutip atau memperbanyak materi Renungan Harian® tanpa seizin penerbit (Yayasan Gloria)

Anda diberkati melalui Renungan Harian®?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan Yayasan Gloria.
Rekening Bank BCA, No. 456 500 8880 a.n. YAY GLORIA

3. Mar, 2016

Minggu, 21 Februari 2016

Minggu, 21 Februari 2016

Minggu, 21 Februari 2016
Tampilan cetak edisi sebelum | 02/Edisi 2016 | edisi berikut
Minggu, 21 Februari 2016

Bacaan : Matius 25:14-30
Setahun : Bilangan 19-20
Nats : Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (Matius 25:15)

Supaya Adil
Ketika saya berwisata arung jeram di Bali, penyedia jasa wisata mengenakan harga yang berbeda untuk wisatawan lokal dan wisatawan asing. Sebagai wisatawan lokal, saya membayar lebih murah. Saya tentu senang, tapi penasaran, mengapa wisatawan asing harus membayar lebih mahal? Ternyata, sekalipun wisatawan asing harus membayar lebih mahal, jika dihitung dalam mata uang negara asal mereka, harga yang mereka bayar sebenarnya masih terhitung wajar. Jadi, sekalipun harga yang dibayar berbeda, setiap orang membayar sesuai dengan kesanggupan masing-masing. Adil.

Kita biasa berpikir, adil adalah jika orang lain mendapatkan hal yang sama dengan apa yang saya dapatkan. Kita biasa berpikir, adil adalah jika orang lain melakukan hal yang sama dengan apa yang saya lakukan. Itulah sebabnya, jika kita menemukan perbedaan, kita mudah berpikir, ini tidak adil. Padahal, adil tidak berarti segalanya harus sama. Perhatikan perumpamaan yang Yesus sampaikan.Ada hamba yang menerima lima talenta, dua talenta, bahkan satu talenta. Sekalipun berbeda, masing-masing menerima menurut kesanggupannya (ay. 15). Inilah adil yang sebenarnya.

Berapapun yang kita terima, baiklah kita senantiasa menjaga hati. Jangan sakit hati jika kita menerima sedikit. Apa yang kita terima sesuai dengan kesanggupan kita. Sebaliknya, jangan tinggi hati jika kita menerima banyak. Setiap orang yang banyak diberi, akan banyak dituntut. Setiap orang yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut (Luk. 12:48). -- Okky Sutanto/Renungan Harian

Adil itu bukan sekadar dibagi sama rata,
namun dibagi menurut kesanggupan.


Dilarang mengutip atau memperbanyak materi Renungan Harian® tanpa seizin penerbit (Yayasan Gloria)

Anda diberkati melalui Renungan Harian®?
Jadilah berkat dengan mendukung pelayanan Yayasan Gloria.
Rekening Bank BCA, No. 456 500 8880 a.n. YAY GLORIA